SAREKAT RAKYAT.COM- Teriakan “Flores Bukan Pulau Geothermal!” menggema keras di jalan-jalan Ende. Ribuan warga, didampingi para rohaniwan Katolik, memenuhi pusat kota untuk memprotes keras proyek geothermal yang dinilai telah merampas hak hidup mereka. Bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, aksi ini menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap pengorbanan tanah, air, dan budaya demi kepentingan energi yang disebut “terbarukan”, tetapi justru melukai.


Dari Jalan Eltari hingga Kantor Bupati dan DPRD, massa bergerak seperti gelombang amarah yang tak bisa dibendung. Spanduk terbentang, suara nyaring berkumandang, “Geothermal bukan solusi, tapi penghancur!” Rakyat sudah muak. Pengeboran yang telah berlangsung sejak awal 2000-an bukan hanya mencemari air dan udara, tetapi juga memiskinkan mereka. Hasil tani kopi, cengkeh, sayur-mayur terus merosot. Mereka tidak hanya kehilangan panen, tetapi juga kehilangan masa depan.


Kami hidup dari tanah, dari hutan, dari air. Kalau itu semua dirusak demi listrik, untuk siapa listrik itu sebenarnya?” tanya Romo Frederikus Wea Dopo, Vikep Ende, yang memimpin barisan demonstran. Ia menyuarakan jeritan 78 persen penduduk Flores yang hidup sebagai petani. “Banyak lahan dikorbankan, tapi rakyat justru disisihkan,” tegasnya.


Lebih tragis, geothermal telah menyalakan konflik sosial, meretakkan hubungan antarwarga, bahkan mengancam warisan budaya. Di Sukoria, lebih dari 90 persen warga resah. Tanaman gagal panen, kualitas air menurun. Di tempat lain, umat dari Kevikepan Mbay—sekitar 5.000 orang dari 20 paroki turun ke jalan di Nagekeo. Mereka bersatu menolak proyek yang mereka anggap mengorbankan martabat tanah leluhur.


“Penetapan Flores sebagai ‘pulau geothermal’ itu sepihak. Tidak ada musyawarah, tidak ada persetujuan!” pekik para demonstran. Mereka menilai pemerintah pusat bertindak semena-mena, lebih berpihak pada korporasi daripada rakyat. Tidak ada sosialisasi. Tidak ada transparansi. Yang ada hanyalah rapat di balik meja yang menentukan nasib ribuan orang tanpa suara mereka didengar.


Warga tidak anti kemajuan. Tapi kemajuan tanpa keadilan adalah penindasan. “Kenapa tidak kembangkan energi matahari, air, angin, atau biomassa? Mengapa harus mengorbankan hutan kami?” seru massa. Mereka menuntut pencabutan SK yang menjadikan Flores sebagai ‘pulau geothermal’. Jika tidak, mereka bersumpah: gelombang aksi ini akan terus membesar.


“Gereja tidak boleh diam. Ini bukan sekadar isu pembangunan, ini soal kehidupan umat.” Romo Frederikus menutup orasinya dengan doa dan peringatan: bila negara tuli, maka rakyat akan terus bersuara lebih nyaring. Flores bukan ladang eksploitasi. Flores adalah tanah kehidupan, bukan untuk dibor, tapi untuk dihormati. (SR/NA)

Sumber: Kompas.com, “(Ribuan Warga Ende Demo Besar-Besaran: Flores Bukan Pulau Geotermal)”, FloresPos.net, “(Ribuan Umat Kevikepan Mbay Gelar Aksi Damai, Tolak Proyek geothermal)”

Share this article
The link has been copied!