SAREKATRAKYAT- Pemerintah akhirnya buka suara soal kerusakan lingkungan di Raja Ampat akibat tambang nikel. Namun alih-alih menindak tegas, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, justru menyebut dampaknya “tidak terlalu serius” meski pengakuan soal sedimentasi yang menutupi terumbu karang sudah terang benderang.


“Secara visual tidak terlihat parah,” ujar Hanif dalam konferensi pers di Jakarta (8/6). Ia mengklaim tambang nikel oleh PT GAG Nikel (anak usaha Antam) masih “relatif memenuhi kaidah tata lingkungan.”


Padahal data internal KLHK menyebut bahwa sedimentasi telah mencapai area permukaan karang, dan ada indikasi serius atas pencemaran ekologis. Perusahaan ini menguasai konsesi seluas 6.030 hektare di Pulau Gag, dengan bukaan tambang sekitar 187 hektare. Greenpeace Indonesia bahkan mengungkap bahwa lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami telah lenyap akibat pembukaan lahan untuk tambang.


Ironisnya, PT GAG Nikel tetap diberi “hak istimewa” sebagai salah satu dari 13 perusahaan yang boleh beroperasi di hutan lindung dengan menggunakan celah hukum dari relaksasi UU Kehutanan tahun 2004. Ini terjadi meskipun UU 41/1999 secara tegas melarang tambang di kawasan hutan lindung, dan Putusan Mahkamah Agung No. 57P/HUM/2022 serta MK No. 35/PUU-XXI/2023 telah menyatakan tambang di pulau kecil sebagai pelanggaran hukum.


“Putusan MA itu jelas: tidak boleh ada kegiatan tambang di pulau kecil,” tegas Hanif. “Dan MK memperkuat putusan itu.”


Namun anehnya, Hanif tetap menyatakan izin tambang GAG Nikel masih akan ditinjau “bersama kementerian lain,” tanpa keputusan konkret soal penghentian.


Aktivitas tambang ini bukan hanya merusak hutan tropis endemik, tetapi juga membahayakan ekosistem laut yang menjadi tumpuan biodiversitas dunia. Raja Ampat adalah rumah bagi lebih dari 75% spesies karang dunia. Jika rusak, dampaknya bersifat global.


Greenpeace menyebut limpasan tanah dan tailing tambang telah menyebabkan sedimentasi besar di zona pesisir yang vital. Gambar satelit dan investigasi lapangan menunjukkan dampak langsung terhadap koral dan ekosistem laut di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran.


Meski Menteri LHK mengklaim akan melakukan evaluasi, public patut bertanya: Jika putusan pengadilan sudah jelas, kenapa masih ragu? Siapa yang sebenarnya dilindungi, apakah lingkungan, rakyat, atau korporasi tambang negara? (SR/NA)


Sumber: CNN Indonesia; “(Menteri LH Buka Suara soal Pencemaran Tambang Nikel di Raja Ampat)

 

 

Share this article
The link has been copied!