Beri Hak Masyarakat Adat Jangan Biarkan Alam Terus Tergerus

Unveiling the Crisis of Plastic Pollution: Analyzing Its Profound Impact on the Environment

Kesepakatan SB8J: Sebuah Panggilan untuk Menghormati Hak Masyarakat Adat

Pernyataan tegas dari Muhammad Arman, Direktur Advokasi Kebijakan Hukum dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), jelas menunjukkan urgensi dalam menjalankan kesepakatan COP16 CBD. Saat ini, dunia menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sumber daya alam dan ekosistem, terutama ketika bicara tentang hak-hak masyarakat adat. Sekretaris Jenderal AMAN, Dodo, menekankan bahwa kehadiran UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnyalah yang harus segera dihapus sebagai langkah untuk mewujudkan komitmen internasional. Hal ini menjadi pengingat bahwa masyarakat adat bukanlah sekadar penonton, tetapi adalah pemain utama dalam konservasi.

Perlunya Partisipasi Masyarakat Adat

Partisipasi masyarakat sedang menjadi sorotan, dan Arman mencatat bahwa kolaboratif manajemen adalah solusi yang tepat untuk menggantikan sistem konservasi yang selama ini pusat. Hal ini diharapkan dapat menghilangkan model konservasi yang mengabaikan hak masyarakat adat. Cindy dari WGII menyerukan pentingnya pengakuan dan perlindungan bagi masyarakat adat yang telah lama berjuang untuk mempertahankan lingkungan hidup mereka.

Tidak dapat dipungkiri, kontribusi masyarakat adat dan komunitas lokal sangat signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati. Berdasarkan data terbaru, luas areal konservasi yang dikelola masyarakat mencapai 647.457,49 hektar, yang tersebar di 293 wilayah komunitas. Masyarakat adat serta komunitas lokal tidak hanya berperan sebagai pengamat; mereka adalah pahlawan yang berjuang untuk mempertahankan ekosistem.

Konservasi Berbasis Kearifan Lokal

Hari Keanekaragaman Hayati mengingatkan kita bahwa upaya untuk menyelamatkan kekayaan alam takkan pernah cukup tanpa mendorong praktik kearifan lokal. Lanskap yang dilindungi masyarakat adat terbukti menyimpan keanekaragaman hayati yang luar biasa, termasuk tanaman obat yang merupakan harta karun gulung tikar. Di satu sisi, pemerintah harus menyiapkan imbal jasa lingkungan bagi mereka yang berkontribusi dalam menjaga lingkungan, namun di sisi lain, tindakan nyata dan pengakuan terhadap peran masyarakat adat dalam konservasi adalah langkah yang sangat diharapkan.

Sayangnya, kita masih melihat banyak tantangan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Kesepakatan Konvensi Keanekaragaman Hayati ke-16 (COP16 CBD) harus menghasilkan sistem monitoring yang jelas dan terbuka untuk semua pihak. Pengalaman di lapangan menunjukkan, keterlibatan masyarakat berkontribusi signifikan dalam menyelamatkan spesies yang terancam punah, sehingga tidak ada lagi alasan untuk tidak melibatkan mereka secara inklusif.

Menangkap Peluang

Saat ini, pemerintah dituntut untuk mengambil langkah konkret dalam memperkuat peran komunitas adat sebagai penggerak utama perlindungan ekosistem. Komitmen ini tidak bisa melulu di atas kertas; tindakan harus nyata. Kita tidak dapat terus melihat konservasi dari sudut pandang yang sempit, seakan terpisah dari sejarah dan budaya yang telah terbentuk oleh masyarakat adat. Dampak dari kebijakan yang tidak memadai sudah terlihat jelas - keberlanjutan spesies semakin terancam.

Menurut beberapa studi, Indonesia tidak akan mampu mencapai target global untuk perlindungan ekosistem sebesar 30% pada tahun 2030 tanpa pengakuan atas kekuatan dan pengetahuan masyarakat lokal. Kini, saatnya untuk bersikap proaktif dan mendorong perlindungan melalui kebijakan yang lebih inklusif, menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat adat dan komunitas lokal.

Menggarap Kebijakan yang Berkelanjutan

Komitmen pemerintah untuk transisi energi dari sumber non terbarukan ke sumber terbarukan adalah langkah maju, tetapi tidak boleh mengabaikan dampak terhadap masyarakat. Penelitian menunjukkan bahwa banyak lahan yang sebelumnya merupakan hutan alami kini dialihfungsikan menjadi kebun energi, dan ini harus dihentikan. Kearifan lokal harus menjadi dasar dalam mencapai keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian alam.

Pengakuan atas wilayah adat dan penguatannya dalam kebijakan publik sangat krusial. Dengan memanfaatkan kekayaan kearifan lokal dan praktis konservasi berbasis komunitas, kita bukan hanya melindungi keanekaragaman hayati, tetapi juga memperkuat hak-hak masyarakat adat. Ini adalah perjuangan yang banyak dipuji dan patut menjadi perhatian lebih oleh pihak pemerintah.

Arah Tujuan Bersama untuk Keanekaragaman Hayati

Sekarang, tindakan kita diharapkan dapat membawa dampak nyata bagi masa depan ekosistem. Upaya lebih untuk meningkatkan pemerataan hak dan porsi masyarakat adat dalam kebijakan konservasi harus segera diwujudkan. Jitu, langkah konkret untuk melindungi kekayaan alam melalui pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat harus menjadi prioritas.

Waktu tidak berpihak pada kita; jika kita ingin melindungi keanekaragaman hayati yang tersisa, kita perlu menjalin kerjasama yang erat dan memberikan suara kepada mereka yang selama ini terpinggirkan. Hanya dengan langkah-langkah konkret dan kolaborasi yang kuat dari berbagai pihak lah, kita bisa berharap untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanakan kesepakatan ini.

Type above and press Enter to search.