SAREKATRAKYAT.COM - Di tengah ketidakpastian politik yang kian menguat di Indonesia, saat kontrol oligarki mencengkram begitu dalam, kita seolah kehilangan arah. Rasanya, penting bagi kita untuk berhenti sejenak, merefleksikan diri dan mulai menacari jalan keluar. Jalan itu bisa berbentuk perlawanan, protes, penolakan terhadap ketertundukan, atau sekedar menolak diam. Yang pasti berpangku tangan bukan pilihan di tengah sistem yang semakin tidak berpihak kepada rakyat. 

Kita hidup dalam kenyataan pahit: empat orang terkaya di negeri ini memiliki kekayaan setara gabungan seluruh penduduk Indonesia. Korupsi terus terjadi dan bahkan seolah itu bagian dari tradisi. Indeks persepsi korupsi menurun, dan itu menunjukan arah yang keliru. Di sisi lain, kekayaan alam dikuras habis oleh tambang dan perusahaan ekstraktif. Militer dan kepolisian diberi kekuatan politik yang semakin besar. Dan kita hanya disuguhi pidato-pidato kosong dari para elit yang duduk manis menunggu keuntungan terus mengalir.

Dalam kondisi seperti ini, wajar jika sebagian dari kita mulai mempertanyakan: adakah kehidupan di luar negara? Adakah cara hidup yang tidak menjadikan negara sebagai satu-satunya pusat otoritas? Apakah kita bisa mandiri? beberapa tempat di dunia ini telah  menjawab pertanyaan ini dengan tindakan nyata. Salah satunya adalah Marinaleda, sebuah kota kecil di Spanyol yang memilih jalannya sendiri-menolak kapitalisme, menolak dominasi elite, dan memilih untuk hidup dalam kebersamaan yang radikal.

Marinaleda: Perlawanan yang jadi Kenyataan

Marinaleda terletak di wilayah Andalusia, kawasan selatan Spanyol yang dulu dikenal salah satu daerah termiskin di negara itu. Pada tahun 1970 an, kota ini mengalami krisis akut: kelaparan, pengangguran, dan kemiskinan yang mencekik. Namun semuanya mulai berubah ketika guru sejarah bernama Juan Manuel Sanchez Gordillo terpilih sebagai walikota. Ia bukan politisi konvensional. Ia membawa mimpi dan ideologi tentang kesetaraan, keadilan dan masyarakat tanpa eksploitasi.

Gordillo memimpin dengan semangat revolusioner yang terinspirasi dari ajaran Yesus, Mahatma Gandhi, Karl Marx, Lenin, dan Che Guevara. Baginya, utpopia bukanlah angan-angan kosong, tetapi tujuan yang bisa diperjuangkan. Di bawah kepemimpinannya, Marinaleda membuktikan bahwa kota kecil pun bisa berdiri melawan sistem ekonomi yang timpang.

Langkah-langkah konkret diambil. Internet gratis diberikan kepada warga. Komputer dan fasilitas publik seperti kolam renang disediakan tanpa biaya. Tidak ada mall, tidak ada pusat hiburan kapitalistik, tetapi ada ruang kolektif untuk bersenang-senang tanpa eksklusi. Pertanian menjadi tulang punggung ekonomi, khususnya pertanian zaitun. Semua hasil panen dikelola bersama, dan setiap orang mendapatkan bagian yang adil.

Tanah di Marinaleda tidak dimiliki oleh segelintir orang. Tidak ada tuan tanah, tidak ada kapitalis menguasai lahan. Tanah dimiliki dan digarap oleh warga. Bagi Gordillo, ini adalah prinsip utama : tanah harus menjadi milik yang mengerjakannya, bukan kaum bangsawan atau investor asing yang bahkan tak pernah menginjakan kaki di ladang.

Perjuangan Melawan Sistem: Dari Krisis ke Kolektivitas

Transformasi Marinaleda tidak terjadi semalam. Butuh waktu, kesabaran dan yang paling penting kesadaran kolektif. Pada awal 1980 an, warga kota ini melancarkan aksi-aksi yang radikal. Mereka mogok makan sebagai bentuk perlawanan terhadap kelaparan. Tahun 1981, sebanyak 315 pekerja melakukan mogok makan massal menuntut keadilan, mereka juga menduduki tanah milik bangsawan kaya, menyuarakan bahwa tanah harus kembali pada rakyat.

Aksi-aksi ini tak hanya mengguncang Spanyol, tetapi juga memberi inspirasi bagi gerakan sosial di seluruh dunia. Marinaleda menjadi simbol bahwa perubahan bisa dimulai dari bawah, dari komunitas kecil yang bersatu. 

Gordillo juga memimpin aksi-aksi yang lebih langsung. Ia bersama serikat buruh pernah menjarah supermarket sebagai bentuk kritik terhadap sistem pangan yang tidak adil. mereka juga menduduki istana bangsawan dan membangun aliansi dengan walikota dari kota-kota lain. Semua itu dilakukan bukan sekedar demi sensasi, tetapi sebagai bentuk penolakan atas ketimpangan dan eksploitasi.

Kini Marinaleda dikenal sebagai kota tanpa pengangguran. Sementara banyak daerah lain di Spanyol masih berjuang dari krisis, kota kecil ini menunjukan alternatif: komunitas yang hidup tanpa ketergantungan pada negara dan pasar. Semua warga bekerja, semua warga memiliki peran dan tak satu pun yang hidup dalam kelaparan atau kemiskinan ekstrem.

Bagi Gordillo dan warga Marinaleda, uropia bukan mimpi kosong, tetapi kenyataan yang dibangun melalui aksi kolektif, solidaritas dan keberanian menolak tunduk pada sistem yang menindas. (SR/Rizal Tolinggi)

Sumber:

Dan Hancox (2020) Marinaleda: Eksperimen Kota Kecil Anti Kapitalis. Marjin Kiri.


Share this article
The link has been copied!