Bivriti Susanti sedang berbicara di pameran "Surat untuk Polisi Indonesia" yang berlangsung di The Ratan Warehouse, Yogyakarta. Dalam kesempatan ini, Bivriti menyampaikan pandangannya tentang pentingnya reformasi dalam institusi kepolisian Indonesia. Dengan penuh semangat, ia membahas isu-isu terkait kekerasan polisi, korupsi, serta perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap kewenangan polisi.


SAREKATRAKYAT– Pameran seni "Surat untuk Polisi Indonesia" yang diselenggarakan oleh Social Movement Institute bersama lembaga-lembaga progresif, resmi dibuka pada 1 Juli 2025 di The Ratan Warehouse, Yogyakarta. Pameran ini mengangkat isu-isu penting seputar kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian, korupsi, dan perlunya reformasi dalam institusi kepolisian Indonesia.


Pada hari pertama pameran, Bivriti Susanti, seorang pakar hukum dan aktivis yang dikenal kritis terhadap berbagai isu hukum dan politik di Indonesia, hadir untuk memberikan wawasan dalam diskusi yang diadakan. Dalam diskusinya, Bivriti menyoroti pentingnya pengawasan terhadap kewenangan kepolisian, yang menurutnya, sering kali disalahgunakan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.


Bivriti menegaskan, "Kewenangan yang berlebih tanpa mekanisme pengawasan yang jelas akan menciptakan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Ini adalah masalah institusional, bukan masalah personal," ungkapnya.


Ia juga menjelaskan beberapa bentuk kekerasan yang sering terjadi di tubuh kepolisian, seperti intimidasi, penganiayaan, hingga penembakan, yang mencatatkan angka tinggi berdasarkan data KontraS (Juni 2024–Juni 2025). Bivriti mengungkapkan, "Banyak yang beranggapan jika reformasi kepolisian hanya akan terjadi dengan membubarkan polisi, namun yang sebenarnya dibutuhkan adalah perbaikan dalam struktur dan pengawasan internal yang lebih ketat."


Dalam sesi diskusi, Bivriti juga membahas tantangan besar dalam mewujudkan reformasi kepolisian di Indonesia, yang selama ini terhalang oleh kepentingan politik. "Reformasi tidak pernah terjadi karena kepentingan antara politikus dan polisi yang tidak sejalan," lanjutnya.


Pameran "Surat untuk Polisi Indonesia" tidak hanya berfungsi sebagai ruang refleksi seni, tetapi juga sebagai ajang diskusi terbuka yang menyoroti reformasi institusi kepolisian, dengan tujuan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum di Indonesia.


Pameran ini akan berlangsung hingga 5 Juli 2025, dengan jam buka mulai pukul 15:00 hingga 21:00 WIB setiap hari. Diharapkan melalui acara ini, masyarakat dapat lebih memahami pentingnya reformasi dalam tubuh kepolisian serta peran mereka dalam menciptakan sistem kepolisian yang lebih baik di Indonesia. (SR/NA)

 

Share this article
The link has been copied!